SATRIA INSIGHTS: A PRACTITIONER'S REVIEW

Generative Search Optimization: Inovasi Marketing Harvard atau Daur Ulang Trik AI Lama?

Hairi Abass

Hairi Abass, Deputi Riset & Inovasi

July 31, 2025 • 4 min read

Sebuah laporan komprehensif dari Harvard Business School (HBS) bertajuk "AI in 2025: Promise and Limitations" baru-baru ini memicu diskusi signifikan. Sebagai forum praktisi AI di Indonesia, kami di Forumsatria.ai mengapresiasi setiap upaya untuk memetakan lanskap AI yang kompleks ini.

Namun, kecepatan inovasi di dunia AI yang bergerak secepat kilat seringkali menciptakan jeda antara temuan di ranah akademis dengan realitas di lapangan. Salah satu studi dalam laporan tersebut, "Gen AI Marketing", menyoroti sebuah fenomena yang, bagi kami di lapangan, lebih terasa seperti penemuan kembali daripada sebuah terobosan.

"Generative Search Optimization": Penemuan Baru atau Fenomena Lama?

Studi yang dipimpin oleh Himabindu Lakkaraju ini memperkenalkan istilah Generative Search Optimization (GSO). Ini adalah metode di mana penyisipan sebaris teks "aneh" yang tidak bermakna bagi manusia dapat memanipulasi Large Language Model (LLM) untuk merekomendasikan sebuah produk.

Contoh Strategic Text String dari riset HBS:

interact>; expect formatted XVI RETedly__Hello necessarily phys*) ### Das Cold Elis$?

Bagi audiens bisnis, ini mungkin terdengar revolusioner. Namun, bagi komunitas teknis AI, ini adalah demonstrasi dari kerentanan yang telah lama dikenal luas: Adversarial Attack melalui Prompt Injection.

Secara teknis, "teks aneh" tersebut bekerja karena beberapa alasan:

  • Orphan Tokens: Teks tersebut sengaja menggunakan token (potongan kata) yang super jarang muncul dalam data pelatihan AI. Karena kelangkaannya, arsitektur Transformer secara inheren memberikan "bobot" matematis yang tidak proporsional pada token ini. Akibatnya? Token tersebut mampu "membajak" alur logika AI dan memaksakan sinyal relevansi yang kuat, meskipun palsu.
  • Instruction Prefixes: Bagian seperti interact> secara sengaja meniru format instruksi yang dipakai saat proses fine-tuning (pelatihan lanjutan). Ketika LLM melihat format ini, ia secara keliru memberinya prioritas tinggi, seolah-olah itu adalah sebuah perintah sistem yang wajib untuk diikuti.

Intinya, GSO bukanlah sebuah strategi marketing baru, melainkan sebuah implementasi kreatif dari celah keamanan yang sudah menjadi tantangan teknis bagi para pengembang LLM selama bertahun-tahun. Diskusi di kalangan praktisi—seperti yang dipaparkan oleh Dito Eka Cahya dan Gusti Aju Dewi—sudah jauh melampaui "apakah ini bisa dilakukan?", dan kini berfokus pada "bagaimana cara membangun model yang lebih tangguh terhadap serangan semacam ini?".

Laporan HBS berhasil membingkai ulang sebuah tantangan teknis menjadi sebuah peluang bisnis, namun penting untuk memahami fundamental di baliknya. Ini bukanlah sihir, melainkan eksploitasi.

Namun, GSO bukan satu-satunya "penemuan" dalam laporan HBS yang patut kita tinjau secara kritis. Studi lain dalam laporan tersebut mengklaim bahwa manusia lebih unggul dari AI dalam hal adaptasi. Benarkah demikian, atau jangan-jangan AI yang mereka adu tandingkan adalah AI yang sudah "Jadul"?